Indikasi medis yang paling sering ditemui adalah kondisi phimosis. Preputium sebenarnya terdiri dari dua lapis: bagian dalam dan bagian luar. Dengan dua lapis ini, maka preputium bisa ditarik ke depan dan belakang pada batang penis. Pada penis anak yang mengalami phimosis, preputium tidak bisa ditarik ke belakang untuk membuka seluruh bagian kepala penis. Lapis bagian dalam preputium melekat pada glans penis, sehingga ketika preputium ditarik, glans penis tidak bisa terbuka seluruhnya. Kadang perlekatan itu begitu lebar sehingga hanya bagian lubang kencing saja yang terbuka. Selama tidak terjadi hambatan berkemih atau tanda-tanda peradangan, masih bisa diobservasi. Harapannya, secara perlahan perlekatan akan menghilang sesuai usia. Phimosis bisa terjadi secara bawaan sejak lahir, bisa juga terjadi kemudian. Penyebab yang sering adalah infeksi pada daerah glans penis dan preputium (balanitis) yang meninggalkan jaringan parut. Selanjutnya preputium melekat ke glans penis pada jaringan parut tersebut. Kondisi yang berlawanan adalah paraphimosis. Pada kondisi ini, preputium dapat ditarik ke belakang, glans penis terbuka seluruhnya, tetapi justru preputium tidak bisa kembali ke depan dan menjepit penis. Kondisi ini berbahaya karena risiko pembendungan aliran darah dan menyebabkan edema penis. Jepitan ini sebaiknya segera dibebaskan agar tidak terjadi kerusakan yang bersifat permanen. Pada lapisan dalam preputium terdapat kelenjar sebacea yang memproduksi smegma. Cairan ini berguna untuk melumasi permukaan preputium. Letak kelenjar ini di dekat pertemuan preputium dan glans penis yang membentuk semacam lembah di bawah korona glans penis (bagian kepala penis yang berdiameter paling lebar). Ke dalam lembah ini terkumpul keringat, debris/kotoran, sel mati dan bakteri. Bila tidak terjadi phimosis, kotoran ini mudah dibersihkan. Pada kondisi phimosis, pembersihan tersebut sulit dilakukan karena preputium tidak bisa ditarik penuh ke belakang. Bila yang terjadi adalah perlekatan preputium dengan gland penis, debris dan sel mati terkumpul di lembah dan tidak bisa dibersihkan. Bisa juga terjadi lubang di ujung preputium sempit sehingga tidak bisa ditarik mundur dan glans penis sama sekali tidak bisa dilihat. Kadang hanya tersisa lubang kecil di ujung preputium. Pada kondisi ini, akan terjadi fenomena "balloning" yaitu preputium mengembang saat berkemih karena desakan pancaran urine tidak diimbangi besarnya lubang di ujung preputium. Kadang terjadi peradangan pada preputium sampai tidak bisa berkemih. Dokter bisa melakukan tindakan dilatasi (melebarkan lubang preputium) agar proses berkemih lancar. Setelah peradangan mereda, rasa nyeri berkemih membaik, lebih baik dilakukan sirkumsisi agar peradangan dan kesulitan berkemih tidak terulang lagi. Bila phimosis menghambat kelancaran berkemih - seperti pada balloning - maka sisa-sisa urin mudah terjebak pada bagian dalam preputium dan lembah tersebut. Kandungan glukosa pada urine menjadi ladang subur bagi pertumbuhan bakteri. Karena itu, komplikasi yang paling sering dialami akibat phimosis adalah infeksi saluran kemih (ISK). Berkaitan dengan pencegahan masa depan, ada beberapa penyakit yang diduga berkurang risikonya dengan menjalani sirkumsisi. Yang sering disebut adalah kanker penis, penyakit menular seksual dan kanker serviks (pada pasangan seksualnya). Apakah sirkumsisi mempengaruhi penurunan kejadian ISK? Tahun 1980-an dilaporkan bahwa anak yang tidak disirkumsisi memiliki risiko menderita ISK 10-20 kali lebih tinggi. Tahun 1993, ditulis dalam sebuah review bahwa risiko terjadi sebesar 12 kali lipat. Tahun 1999, dalam salah satu bagian dari pernyataan AAP tentang sirkumsisi, disebutkan bahwa dari 1000 anak pada usia 1 tahun, 7-14 anak yang tidak disirkumsisi menderita ISK sedang hanya 1-2 anak pada kelompok yang disirkumsisi. Dua laporan jurnal tahun 2001 dan 2005 mendukung bahwa sirkumsisi menurunkan risiko ISK. Apa yang harus dipersiapkan sebelum menjalani sirkumsisi? Sebelum menentukan tindakan operasi, perlu pemeriksaan awal. Di luar soal kesiapan secara fisik, dipastikan pula adakah kelainan anatomis penis, bagaimana kondisi preputium (adakah phimosis, seberapa perlekatan preputium dengan glans penis, adakah peradangan). Pada tahap ini, dokter akan bisa membuat penilaian, apakah akan dihadapi penyulit. Bisa terjadi, bila penyulit cukup berat, terpaksa menggunakan anesthesi umum agar bisa optimal. Apakah sirkumsisi harus dengan general anesthesi (anesthesi umum)? Pada prinsipnya, sirkumsisi adalah tindakan bedah minor dengan anesthesi lokal. Ada dua model anesthesi lokal yang sering digunakan. Pertama dengan suntikan baik pada pangkal penis (DPNB) maupun preputium (ring-block). Kedua, menggunakan anesthesia topikal, biasanya berupa spray. Dalam literatur, metode suntikan lebih efektif, tetapi dalam praktek tergantung pada teknik sirkumsisi yang dipakai dan keterampilan dokternya. Rata-rata waktu yang diperlukan hanya sekitar 10-15 menit, selama tidak ada kendala. Meski bersifat bedah minor, di lapangan sering ditemui kendala karena pasien tidak kooperatif. Bisa juga orang tua pasien yang merasa tidak tega. Padahal diperlukan kerjasama antara orang tua atau keluarga dengan dokter agar sirkumsisi berlangsung optimal. Ada kalanya terpaksa dilakukan dengan anesthesi umum agar kerja dokter lebih optimal. Karena bersifat minor, dengan prosedur yang steril luka paska operasi biasanya sembuh dengan cepat dan baik. Bila tanpa indikasi khusus, tidak diperlukan antibiotika, hanya analgetik sesuai kebutuhan bila timbul nyeri saja. Luka lebih baik segera dibiarkan terbuka, asal terjaga kebersihan dan gesekan dengan celana/kain popok (gunakan yang longgar). Rembesan urine yang biasanya menimbulkan nyeri dan risiko kontaminasi. Karena itu segera bersihkan dengan air hangat atau cairan antiseptik setiap kali selesai berkemih. Beberapa hal yang diperhatikan paska sirkumsisi : 1. Perdarahan seharusnya segera berhenti. Bila perdarahan masih terus berlangsung, pastikan ke dokter bahwa hanya proses alamiah dari pembekuan (pembentukan trombin-net) darah. Kadang keluar cairan tapi relatif bening, bukan lagi merah. 2. Bila terjadi pembengkakan berlebihan. Kadang terbentuk cairan jaringan di bekas luka, namun secara alamiah ini akan diserap tubuh. Bila terjadi bendungan cairan besar, konsultasikan ke dokter. 3. Bila anak mengeluh nyeri sangat yang tidak bisa diatasi dengan pemberian analgetik, konsultasikan ke dokter. Mungkin terjadi masih ada pembuluh darah yang belum terligasi dengan sempurna, sehingga terjadi perdarahan di dalam dan menimbulkan nyeri. Beberapa pihak mengatakan bahwa sirkumsisi menurunkan kepuasan seksual karena pada preputium yang dipotong tersebut terdapat syaraf-syaraf yang sangat peka. Tetapi laporan Jurnal of Urology April 2005 melaporkan tidak ada perbedaan kepekaan neurologis antara penis yang disirkumsisi dan tanpa sirkumsisi.
Tentang Rumah Sakit Khusus Bedah ANNUR Yogyakarta RSKB ANNUR Yogyakarta Pusat
Pelayanan Urologi (ginjal, saluran kencing, disfungsi seksual dan
infertilitas) melayani masalah: Gagal Ginjal, Batu Ginjal, Batu Ureter,
Batu Kandung Kencing, Batu Uretra, Prostat, Ejakulasi Dini, Impotensi,
Disfungsi Ereksi, Lama Tak Memiliki Keturunan, Phymosis, Hipospadia,
Tumor saluran kencing dll RSKB ANNUR Yogyakarta memiliki alat-alat canggih tanpa bedah yaitu: ESWL (pecah batu ginjal, tanpa bedah, tanpa rawat inap, tanpa bius), URS (Tembak Batu Ureter tanpa bedah), TURP (Solusi prostat tanpa bedah), dan Sachse (Solusi penyempitan saluran kencing), RENOGRAF (alat deteksi fungsi ginjal), HEMODIALISA (cuci darah), URODINAMIK (alat diagnostik penyebab NGOMPOL) serta alat yang baru pertama kali ada di Indonesia LSWT (alat terapi Disfungsi Ereksi) . RSKB ANNUR Yogyakarta Alamat: Jl. Colombo 14-16 Yogyakarta, Telp 0274-585848, Hotline 0811 251 6006 Sunat pada perempuan Terdapat suatu kontroversi mengenai sunat pada perempuan. Pada beberapa komunitas, dilakukan praktek sunat perempuan yang diserupakan dengan sirkumsisi pada laki-laki. Karena klitoris merupakan "kembaran" penis, maka kulit di sekitar klitoris juga harus dibuang, seperti membuang preputium. Bahkan ada yang sampai memotong klitorisnya itu sendiri. Tindakan ini tidak dikenal sama sekali dalam dunia medis. Pemotongan atau pengirisan kulit sekitar klitoris apalagi klitorisnya sangat merugikan. Tidak ada indikasi medis untuk mendasarinya. Ada kecenderungan saat ini banyak sirkumsisi menggunakan metode cauter. Metode ini sering disalah artikan sebagai metode laser, padahal sama sekali bukan. Metode cauter menggunakan prinsip pembakaran jaringan untuk memotong kulit penis. Hal ini secara medis sangat berbahaya karena menyebabkan luka bakar yang tidak akan bisa sembuh dengan sempurna. Sedangkan sirkumsisi yang dilakukan dengan pisau bedah hanya menimbulkan luka primer yang dapat sembuh dengan sempurna. |